Hukum Perdata & Pidana

​Oleh : Heriyanto, SH.

Konsultan Hukum Kantor Advokat Samudra Keadilan & Partner Jambi/Wartawan Harian Nasional Kantor Berita Indonesia ANTARA


HUKUM PERDATA

  1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

  1. SEJARAH KUH PERDATA (BW)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).

Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.

 Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.

  1. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUH PERDATA (BW)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri dari empat buku sebagai berikut :

  1. Buku I, yang berjudul ”perihal orang” (van persoonen), memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
  2. Buku II, yang berjudul ”perihal benda” (van zaken), memuat hukum benda dan hukum waris.
  3. Buku III, yang berjudul ”perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
  4. Buku IV, yang berjudul ”perihal pembuktian dan kadaluarsa” (van bewijs en verjaring), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

  1. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN

Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :

  1. Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur tentang:
  1. Orang sebagai subjek hukum.
  2. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
  1.  Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
  1. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri.
  2. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke macht).
  3.  Perwalian (voogdij).
  4. Pengampunan (curatele).

  1. Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi :
  1. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
  2.  Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
  3.  Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

 HUKUM PIDANA

  1. PENGERTIAN

Hokum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum , perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

Hokum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentingan umum.

  • Asas berlakunya hokum pidana adalah asas legaliatas pasal 1(1) KUHP

  1. TUJUAN HUKUM PIDANA
  1. Prefentif (pencegahan)

Untuk menakut – nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik

  1. Respresif (mendidik)

Mendidik seseorang yang pernah melakuakanperbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat.

  1. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
  1. Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)

Semua peratuaran tentang perintah atau larangan terhadap pelanggaran yang mana di ancam dengan hukuman yang bersifat siksaan , dibagi 2 :

  1. Hukum Pidana Material

Hukum yang mengatur tentang apa , siapa, dan bagai mana orang dapat dihukum.

  1. Hukum Pidana Formal

Yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana

  1.  Hukum Pidana Subjektif ( Ius Puniendi)

Ialah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan hokum pidana objektif.

  1. Hukum Pidana Umum

Ialah hokum pidana yang berlaku untuk setiap penduduk kecuali anggota ketentaraan

  1. TINDAK PIDANA
  1. Pengertian Tindak Pidana (Delik )

Delik adalah perbuatan yang melanggar UU , dan oleh karena itu bertentangan dengan UU yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat di pertanggung jawabkan atau perbuatan yang dapat dibebankan oleh hokum pidana.

  1. Unsur – Unsur
  1. Unsur – unsur tindak pidana (delik) :
  • harus ada suatu kelakuan (gedraging)
  • harus sesuai dengan uraian UU ( wettelijke omshrijving)
  • kelakuan hokum adalah kelakuan tanpa hak
  • kelakuan itu diancam dengan hukuman

  1. Unsur Objektif , adalah mengenai perbuatan , akibat dan keadaan :
  • Perbuatan :
  • Dalam arti positif, perbuatan manusia yang disengaja
  • Dalam arti negative , kelalaian
  • Akibat , efek yang timbul dari sebuah perbuatan
  • Keadaan , sutu hal yang menyebabkan seseorang di hokum yang berkaitan dengan waktu.
  •  Unsur Subjektif

Adalah mengenai keadaan dapat di pertanggung jawabkan dan schold (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).

  1. Jenis – Jenis Delik
  1. Delik Formal , adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagai mana di rurmuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan.
  2. Delik Materil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya
  3. Delicta Commissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU.
  4. Delicta Ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU
  5. Delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus)
  6. Delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)
  7. Kejahatan yang berdiri sendiri
  8. Kejahatan yang dijalankan terus
  9. Kejahatan bersahaja
  10. Kejahatan tersusun
  11. Kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
  12. Kejahatan yang terus
  13. Delik pengaduan
  14. Delik commune (tdk membutuhkan pengaduan)
  15. Delik politik: kejahatan yang ditujukan pada keamanan Negara atau kepala Negara langsung atau tidak langsung
  16. Delik umum (commune delict): Kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang
  17. Delik khusus: Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu

Tata Cara di Persidangan Pidana di PN

​Oleh : Heriyanto, SH.

Konsultan Hukum Kantor Advokat Samudra Keadilan & Partner Jambi/Wartawan Harian Nasional Kantor Berita Indonesia ANTARA

TATA URUTAN PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI

 

1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);

2. PU diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas;

3. Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima salinan surat dakwaan;

4. Terdakwa ditanya pula apakah dalam keadaan sehat dan bersedia untuk diperiksa di depan persidangan (kalau bersedia sidang dilanjutkan);

5. Terdakwa ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum (apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, kalau tidak membawa sendiri akan ditunjuk PH oleh Majlis Hakim dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih/pasal 56 KUHAP ayat (1);

6. Dilanjutkan pembacaan surat dakwaan;

7. Atas pembacaan surat dakwaan tadi terdakwa (PH) ditanya akan mengajukan eksepsi atau tidak;

8. Dalam terdakwa/PH mengajukan eksepsi maka diberi kesempatan dan sidang ditunda;

9. Apabila ada eksepsi dilanjutkan tanggapan JPU atas eksepsi (replik);

10. Selanjutnya dibacakan putusan sela oleh Majlis Hakim;

11. Apabila eksepsi ditolak dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara (pembuktian)

12. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh PU (dimulai dari saksi korban);

13. Dilanjutkan saksi lainnya;

14. Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli Witness/expert)

15. Pemeriksaan terhadap terdakwa;

16. Tuntutan (requisitoir);

17. Pembelaan (pledoi);

18. Replik dari PU;

19. Duplik

20. Putusan oleh Majlis Hakim.

 

 

 

Tahap-tahap Proses Persidangan Pidana

Dalam proses persidangan pidana mungkin kita belum terlalu mengetahui tentang tahap-tahap persidangan yang dilaksanakan di pengadilan. Untuk itu penulis ingin berbagi ilmu kepada pembaca sekalian tentang alur proses persidangan pidana. Dasar dari alur beracara pidana itu sendiri diatur di Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dalam Undang-Undang tersebut dijabarkan bagaimana pelaksanaan proses beracara pidana mulai dari tahap penyidikan dari kepolisian hingga putusan hakim di pengadilan. Secara singkat alur Proses Persidangan Pidana adalah sebagai berikut :

1. Surat dakwaan oleh penuntut umum
2. Nota keberatan (Eksepsi) atas surat dakwaan oleh penasihat hukum terdakwa
3. Tanggapan atas nota keberatan (Eksepsi) penasehat hukum terdakwa oleh penuntut umum
4. Putusan sela oleh majelis hakim
5. Pembuktian oleh penuntut umum
6. Surat tuntutan pidana (requisitor) oleh penuntut umum
7. Nota pembelaan (pleidooi) oleh penuntut umum.
8. Tanggapan penuntut umum atas nota pembelaan penasehat hukum terdakwa
9. Tanggapan penasehat hukum terdakwa atas tanggapan penuntut umum
10. Putusan akhir oleh majelis hakim

Demikian alur proses persidangan pidana yang disarikan dan disimpulkan dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, semoga bermanfaat.

 

 

Tata Tertib Persidangan

 

Tata tertib persidangan Pihak pengadilan memiliki panduan mengenai tata tertib yang harus ditaati oleh semua orang yang memasuki gedung Pengadilan:

  • Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dari semua pihak yang hadir di ruang sidang. Semua yang hadir di ruang sidang harus mentaati semua perintah yang dikeluarkan oleh Ketua Majelis Hakim.
  • Semua orang yang hadir di ruang sidang harus selalu menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan. Jika ada satu pihak yang tidak menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan, maka Ketua Pengadilan dapat memerintahkan individu tersebut untuk dikeluarkan dari ruang sidang dan bahkan dituntut secara pidana.
  • Mengenakan pakaian yang sopan.
  • Berbicara dengan suara yang jelas ketika seorang hakim atau penasehat hukum mengajukan pertanyaan, sehingga para hakim yang lain dapat mendengar dengan jelas.
  • Memanggil seorang hakim dengan sebutan “Yang Mulia” dan seorang Penasihat Hukum dengan sebutan “Penasihat Hukum”
  • Berbagai benda berikut ini tidak diperkenankan untuk dibawa ke ruang sidang:
    • Senjata api
    • Benda tajam
    • Bahan peledak
    • Peralatan atau berbagai benda yang dapat membahayakan keamanan ruang sidang.

Petugas keamanan dapat melakukan penggeledahan setiap orang yang dicurigai memiliki salah satu atau lebih dari berbagai benda diatas. Siapa saja yang kedapatan membawa salah satu dari benda diatas akan diminta untuk menitipkannya di tempat penitipan khusus di luar ruang sidang. Ketika yang bersangkutan hendak meninggalkan ruang sidang, petugas keamanan dapat mengembalikan berbagai benda tersebut. Bahkan, pengunjung yang kedapatan membawa berbagai benda tersebut diatas ke dalam ruang sidang dapat dikenai dengan tuntutan pidana.

  • Dilarang membuat kegaduhan, baik didalam maupun diluar ruang sidang
  • Duduk rapi dan sopan selama persidangan
  • Dilarang makan dan minum di ruang sidang.
  • Dilarang merokok baik di ruang sidang maupun di dalam gedung pengadilan.
  • Wajib mematikan telepon genggam selama berada di ruang sidang
  • Dilarang membawa anak-anak dibawah umur 12 tahun, kecuali Majelis Hakim menghendaki anak tersebut menghadiri persidangan
  • Membuang sampah pada tempatnya.
  • Dilarang menempelkan pengumuman atau brosur dalam bentuk apapun di dalam gedung pengadilan tanpa adanya ijin tertulis dari Ketua Pengadilan.
  • Untuk melakukan rekaman baik kamera, tape recorder maupun viderecorder, di mohon untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada Majelis Hakim

Para pengunjung yang datang ke ruang sidang untuk melihat jalannya sidang perkara, tetapi bukanlah merupakan saksi atau terlibat dalam sidang perkara tersebut, diharapkan untuk mematuhi berbagai ketentuan sebagai berikut:

  • Wajib menghormati institusi Pengadilan seperti yang telah disebutkan diatas.
  • Wajib menaati semua tata tertib yang telah disebutkan diatas.
  • Dilarang berbicara dengan pengunjung yang lain selama sidang berlangsung.
  • Dilarang berbicara memberikan dukungan atau mengajukan keberatan atas keterangan yang diberikan oleh saksi selama persidangan.
  • Dilarang memberikan komentar/saran/tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi selama persidangan tanpa ijin Majelis Hakim
  • Dilarang berbicara keras diluar ruang sidang yang dapat menyebabkan suara masuk ke ruang sidang dan mengganggu jalannya persidangan.
  • Dilarang keluar masuk ruang persidangan untuk alasan-alasan yang tidak perlu karena akan mengganggu jalannya persidangan.
  • Pengunjung yang ingin masuk atau keluar ruang persidangan harus meminta ijin kepada Majelis Hakim

Terdapat beberapa tambahan tata tertib yang harus diikuti dalam persidangan Perdata/ Niaga/PHI, yaitu:

  • Untuk perkara Perdata sidang dimulai tepat jam 10:00 WIB. Para pihak diharapkan hadir 15 menit sebelumnya.
  • Para pihak diwajibkan untuk melaporkan kehadirannya kepada Panitera Pengganti
  • Wajib mempersiapkan segala hal yang akan menjadi agenda persidangan:
    • Surat Kuasa
    • Jawaban
    • Saksi
    • Bukti
    • Replik
    • Duplik
  • Mencari informasi mengenai ruang sidang (nama ruang dan lantainya) melalui layar CCTV yang tersedia di depan ruang sidang
  • Semua peserta sidang diwajibkan menunggu di ruang tunggu sampai Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Selama menunggu, para pihak/pengunjung persidangan diharap tenang

Terdapat beberapa tambahan tata tertib yang harus diikuti dalam persidangan pidana, yaitu:

  • Bila anda adalah saksi atau terdakwa yang tidak ditahan, diharapkan datang 15 menit sebelum jadwal yang sudah ditentukan.
  • Para pihak diwajibkan untuk melaporkan kehadirannya kepada Panitera Pengganti dan pada Jaksa yang menangani perkara tersebut
  • Sebelum dimulainya sidang pengadilan, panitera, Jaksa Penuntut Umum Penasehat Hukum dan pengunjung yang hadir haruslah sudah duduk di tempatnya masing-masing. Semua orang harus berdiri ketika Majelis Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang.
  • Para saksi dipanggil satu demi satu untuk memasuki ruang sidang, yang diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim, sesudah mendengarkan masukan dari pihak Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa atau Penasihat Hukum dari terdakwa. Sesudah seorang saksi memberikan kesaksian, yang bersangkutan diwajibkan untuk duduk di area pengunjung dan mendengarkan keterangan dari para saksi yang lain. Seorang saksi sidang dapat meninggalkan ruang sidang sesudah mendapatkan ijin dari Ketua Majelis Hakim, kecuali bila Jaksa Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukum terdakwa menginginkan saksi tersebut untuk tetap berada di ruang sidang.

Pihak pengadilan memiliki panduan mengenai tata tertib yang harus ditaati oleh semua orang yang memasuki gedung Pengadilan:

  • Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dari semua pihak yang hadir di ruang sidang. Semua yang hadir di ruang sidang harus mentaati semua perintah yang dikeluarkan oleh Ketua Majelis Hakim.
  • Semua orang yang hadir di ruang sidang harus selalu menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan. Jika ada satu pihak yang tidak menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan, maka Ketua Pengadilan dapat memerintahkan individu tersebut untuk dikeluarkan dari ruang sidang dan bahkan dituntut secara pidana.
  • Mengenakan pakaian yang sopan.
  • Berbicara dengan suara yang jelas ketika seorang hakim atau penasehat hukum mengajukan pertanyaan, sehingga para hakim yang lain dapat mendengar dengan jelas.
  • Memanggil seorang hakim dengan sebutan Yang Mulia dan seorang Penasihat Hukum dengan sebutan “Penasihat Hukuman
  • Berbagai benda berikut ini tidak diperkenankan untuk dibawa ke ruang sidang:

 

  1. Senjata api
  2. Benda tajam
  3. Bahan peledak
  4. Peralatan atau berbagai benda yang dapat membahayakan keamanan ruang sidang.

Petugas keamanan dapat melakukan penggeledahan setiap orang yang dicurigai memiliki salah satu atau lebih dari berbagai benda diatas. Siapa saja yang kedapatan membawa salah satu dari benda diatas akan diminta untuk menitipkannya di tempat penitipan khusus di luar ruang sidang. Ketika yang bersangkutan hendak meninggalkan ruang sidang, petugas keamanan dapat mengembalikan berbagai benda tersebut. Bahkan, pengunjung yang kedapatan membawa berbagai benda tersebut diatas ke dalam ruang sidang dapat dikenai dengan tuntutan pidana.

  • Dilarang membuat kegaduhan, baik didalam maupun diluar ruang sidang.
  • Duduk rapi dan sopan selama persidangan.
  • Dilarang makan dan minum di ruang sidang.
  • Dilarang merokok baik di ruang sidang maupun di dalam gedung pengadilan.
  • Wajib mematikan telepon genggam selama berada di ruang sidang.
  • Dilarang membawa anak-anak dibawah umur 12 tahun, kecuali Majelis Hakim menghendaki anak tersebut menghadiri persidangan.
  • Membuang sampah pada tempatnya.
  • Dilarang menempelkan pengumuman atau brosur dalam bentuk apapun di dalam gedung pengadilan tanpa adanya ijin tertulis dari Ketua Pengadilan.
  • Untuk melakukan rekaman baik kamera, tape recorder maupun viderecorder, di mohon untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada Majelis Hakim.

Para pengunjung yang datang ke ruang sidang untuk melihat jalannya sidang perkara, tetapi bukanlah merupakan saksi atau terlibat dalam sidang perkara tersebut, diharapkan untuk mematuhi berbagai ketentuan sebagai berikut:

  • Wajib menghormati institusi Pengadilan seperti yang telah disebutkan diatas.
  • Wajib menaati semua tata tertib yang telah disebutkan diatas.
  • Dilarang berbicara dengan pengunjung yang lain selama sidang berlangsung.
  • Dilarang berbicara memberikan dukungan atau mengajukan keberatan atas keterangan yang diberikan oleh saksi selama persidangan.
  • Dilarang memberikan komentar/saran/tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi selama persidangan tanpa ijin Majelis Hakim
  • Dilarang berbicara keras diluar ruang sidang yang dapat menyebabkan suara masuk ke ruang sidang dan mengganggu jalannya persidangan.
  • Dilarang keluar masuk ruang persidangan untuk alasan-alasan yang tidak perlu karena akan mengganggu jalannya persidangan.
  • Pengunjung yang ingin masuk atau keluar ruang persidangan harus meminta ijin kepada Majelis Hakim

Terdapat beberapa tambahan tata tertib yang harus diikuti dalam persidangan Perdata/ Niaga/PHI, yaitu:

  • Untuk perkara Perdata sidang dimulai tepat jam 10:00 WIB. Para pihak diharapkan hadir 15 menit sebelumnya.
  • Para pihak diwajibkan untuk melaporkan kehadirannya kepada Panitera Pengganti
  • Wajib mempersiapkan segala hal yang akan menjadi agenda persidangan:
  1. Surat Kuasa
  2. Jawaban
  3. Saksi
  4. Bukti
  5. Replik
  6. Duplik
  • Mencari informasi mengenai ruang sidang (nama ruang dan lantainya) melalui layar CCTV yang tersedia di depan ruang sidang
  • Semua peserta sidang diwajibkan menunggu di ruang tunggu sampai Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Selama menunggu, para pihak/pengunjung persidangan diharap tenang

Terdapat beberapa tambahan tata tertib yang harus diikuti dalam persidangan pidana, yaitu:

  • Bila anda adalah saksi atau terdakwa yang tidak ditahan, diharapkan datang 15 menit sebelum jadwal yang sudah ditentukan.
  • Para pihak diwajibkan untuk melaporkan kehadirannya kepada Panitera Pengganti dan pada Jaksa yang menangani perkara tersebut
  • Sebelum dimulainya sidang pengadilan, panitera, Jaksa Penuntut Umum Penasehat Hukum dan pengunjung yang hadir haruslah sudah duduk di tempatnya masing-masing. Semua orang harus berdiri ketika Majelis Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang.
  • Para saksi dipanggil satu demi satu untuk memasuki ruang sidang, yang diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim, sesudah mendengarkan masukan dari pihak Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa atau Penasihat Hukum dari terdakwa. Sesudah seorang saksi memberikan kesaksian, yang bersangkutan diwajibkan untuk duduk di area pengunjung dan mendengarkan keterangan dari para saksi yang lain. Seorang saksi sidang dapat meninggalkan ruang sidang sesudah mendapatkan ijin dari Ketua Majelis Hakim, kecuali bila Jaksa Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukum terdakwa menginginkan saksi tersebut untuk tetap berada di ruang sidang.

PERBEDAAN HUKUM PERDATA DAN PIDANA

PERBEDAAN HUKUM PERDATA DENGAN HUKUM PIDANA

Sebelum kita ketahui tentang perbedaan dari Hukum Pidana dengan Hukum Perdata. Bahwa perlu adanya pengertian terlebih dahulu dari masing – masing hukum tersebut. Hukum pidana berbeda dengan hukum perdata dalam beberapa hal diantaranya terlihat dari perbedaan pengertian, isi, pelaksanaannya sampai dengan perbedaan menafsirkannya. Perbedaan hukum pidana dan hukum perdata dapat diuraikan secara ringkas seperti tercantum dibawah ini :

1. Perbedaan Pengertiaan.

  • Hukum perdata adalah sekumpulan aturan hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan individu, fokus dari hukum perdata adalah kepentingan personal atau kepentingan individu.
  • Hukum pidana adalah serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan, dengan adanya ancaman sanksi tertentu.

2. Perbedaan isinya

  • a. Hukum Perdata mengatur hubungan-hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
  • b. Hukum Pidana mengatur hubungan-hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.

3. Perbedaan Pelaksanaanya

  • a. Pelanggaran terhadap norma-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
  • Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-hukum pidana (delik = tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan Negara seperti Polisi, Jaksa dan Hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (Polisi) tentang tindak-pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah Penuntut Umum itu (Jaksa).

Terhadap beberapa tindak pidana tertentu, tidak diambil tindakan oleh pihak yang berwajib, jika tidak diajukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan, misalnya : perzinahan, perkosaan, pencurian antara keluarga.

4. Perbedaan Menafsirkan

  • a. Hukum Perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interprestasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata.
  • b. Hukum Pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran authentik, yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri (Titel IX dari buku ke I Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

Kesimpulan :


Pengertian Hukum Perdata, berdasarkan pendapat para ahli, secara sederhana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya. Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud.

Pengertian Hukum Pidana secara umum adalah keseluruhan aturan hukum yang memuat peraturan – peraturan yang mengandung keharusan, yang tidak boleh dilakukan dan/atau larangan-larangan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa penjatuhan pidana bagi barang siapa yang melanggar atau melaksanakan larangan atau ketentuan hukum dimaksud. Sedangkan sanksi yang akan diterima bagi yang melanggarnya sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud. Bersumber dari KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) maka sanksi pidana pada pokoknya terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda.

Hukum Perdata & Pidana

​Oleh : Heriyanto, SH.

Konsultan Hukum Kantor Advokat Samudra Keadilan & Partner Jambi/Wartawan Harian Nasional Kantor Berita Indonesia ANTARA


HUKUM PERDATA

  1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

  1. SEJARAH KUH PERDATA (BW)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).

Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.

 Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.

  1. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUH PERDATA (BW)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri dari empat buku sebagai berikut :

  1. Buku I, yang berjudul ”perihal orang” (van persoonen), memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
  2. Buku II, yang berjudul ”perihal benda” (van zaken), memuat hukum benda dan hukum waris.
  3. Buku III, yang berjudul ”perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
  4. Buku IV, yang berjudul ”perihal pembuktian dan kadaluarsa” (van bewijs en verjaring), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

  1. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN

Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :

  1. Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur tentang:
  1. Orang sebagai subjek hukum.
  2. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
  1.  Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
  1. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri.
  2. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke macht).
  3.  Perwalian (voogdij).
  4. Pengampunan (curatele).

  1. Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi :
  1. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
  2.  Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
  3.  Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

 HUKUM PIDANA

  1. PENGERTIAN

Hokum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum , perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

Hokum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan yang merugikan kepentingan umum.

  • Asas berlakunya hokum pidana adalah asas legaliatas pasal 1(1) KUHP

  1. TUJUAN HUKUM PIDANA
  1. Prefentif (pencegahan)

Untuk menakut – nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik

  1. Respresif (mendidik)

Mendidik seseorang yang pernah melakuakanperbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat.

  1. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
  1. Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)

Semua peratuaran tentang perintah atau larangan terhadap pelanggaran yang mana di ancam dengan hukuman yang bersifat siksaan , dibagi 2 :

  1. Hukum Pidana Material

Hukum yang mengatur tentang apa , siapa, dan bagai mana orang dapat dihukum.

  1. Hukum Pidana Formal

Yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana

  1.  Hukum Pidana Subjektif ( Ius Puniendi)

Ialah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan hokum pidana objektif.

  1. Hukum Pidana Umum

Ialah hokum pidana yang berlaku untuk setiap penduduk kecuali anggota ketentaraan

  1. TINDAK PIDANA
  1. Pengertian Tindak Pidana (Delik )

Delik adalah perbuatan yang melanggar UU , dan oleh karena itu bertentangan dengan UU yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat di pertanggung jawabkan atau perbuatan yang dapat dibebankan oleh hokum pidana.

  1. Unsur – Unsur
  1. Unsur – unsur tindak pidana (delik) :
  • harus ada suatu kelakuan (gedraging)
  • harus sesuai dengan uraian UU ( wettelijke omshrijving)
  • kelakuan hokum adalah kelakuan tanpa hak
  • kelakuan itu diancam dengan hukuman

  1. Unsur Objektif , adalah mengenai perbuatan , akibat dan keadaan :
  • Perbuatan :
  • Dalam arti positif, perbuatan manusia yang disengaja
  • Dalam arti negative , kelalaian
  • Akibat , efek yang timbul dari sebuah perbuatan
  • Keadaan , sutu hal yang menyebabkan seseorang di hokum yang berkaitan dengan waktu.
  •  Unsur Subjektif

Adalah mengenai keadaan dapat di pertanggung jawabkan dan schold (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).

  1. Jenis – Jenis Delik
  1. Delik Formal , adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagai mana di rurmuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan.
  2. Delik Materil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya
  3. Delicta Commissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU.
  4. Delicta Ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU
  5. Delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus)
  6. Delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)
  7. Kejahatan yang berdiri sendiri
  8. Kejahatan yang dijalankan terus
  9. Kejahatan bersahaja
  10. Kejahatan tersusun
  11. Kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
  12. Kejahatan yang terus
  13. Delik pengaduan
  14. Delik commune (tdk membutuhkan pengaduan)
  15. Delik politik: kejahatan yang ditujukan pada keamanan Negara atau kepala Negara langsung atau tidak langsung
  16. Delik umum (commune delict): Kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang
  17. Delik khusus: Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu

TATA CARA PRAKTEK PERSIDANGAN PERKARA PIDANA

TATA CARA PRAKTEK PERSIDANGAN PERKARA PIDANA


Adapun personil yang mempunyai peran dalam proses persidangan perkara pidana adalah :

1.      Majelis Hakim (MH)

2.      Jaksa Penuntut Umum (JPU)

3.      Penasehat Hukum (PH)

4.      Panitera Pengganti (PP)

5.      Terdakwa

Selain personil tersebut diatas ada jugapetugas yang mendukung kelancaran jalannya suatu persidangan .petugas dimaksud adlah :

a.       Juru Sumpah (JS)

b.      Juru Panggil

c.       Petugas Pengawalan

d.      Petugas Pkeamanan

TATA URUTAN DAN TAHAP-TAHAP SIDANG PERKARA PIDANA  DI PENGADILAN NEGERI

I.                   SIDANG PERTAMA

Sidang ditetapkan oleh  Majelis Hakim dan dibuka dengan cara sebagai berikut :

A.     Majelis Hakim memasuki ruang sidang

1.      Yang  pertama sekali memasuki ruang sidang adalah: panitera pengganti.jaksa penuntut umum, dan penasehat hukum serta pengunjung, masing-masing duduk di tempat yang telah ditempatkan;

2.      Pejabat yang bertugas sebagai protocol (biasanya dilakukan oleh PP) mengumumkan bahwa  Majelis Hakim akan memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”,termasuk JPU dan PH;

3.      Majelis Hakim memasuki ruang sidang dengan melalui pintu khusus, yang terdepan Hakim ketua dan diikuti Hakim anggota I (senior) dan Hakim anggota II (yunior);

4.      Majelis Hakim duduk di tempatnya masing-masing degan posisi : Hakim ketua di tengah dan Hakim anggota I berada di sebelah kanan dan Hakim anggota II di sebelah kiri, hadirin dipersilahkan duduk kembali oleh protocol;

5.      Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata “sidang pengadilan negeri……..yang memeriksa perkara pidana nomor……..atas nama terdakwa…….pada hari…tanggal….dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum”, sambil mengetuk palu sebanyak 3x.

B.     PemanggilanTerdakwa Masuk ke Ruang Sidang

1.      Hakim ketua bertanya ke JPU :”apakah terdakwa siap untuk dihadirkan pada sidang hari ini ?”. jika JPU tidak bisa menghadirkan terdakwa maka Hakim harus menunda persidangan pada waktu yang ditentukandengan perintah kepada JPU untuk menghadirkan terdkakwa pada sidang berikutnya;

2.      Jika JPU siap untuk menghadirkan terdakwa, maka Hakim ketua memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masukke ruang sidang;

3.      JPU memerintahkan pada petugas agar terdakwa dibawa masuk ke ruang sidang;

4.      Petugas membawa terdakwa masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan duduk di kursi pemeriksaan. Jika terdakwa tersebut ditahan , biasanya dari ruang tahanan pengadilan hingga keruang sidang terdakwa dikawal oleh beberapa petugas . sekalipun demeikian ,terdakwa harus diperhadapkan dalam keadaan bebas, artinya tidak perlu diborgol;

5.      Setelah terdakwa duduk di kursi pemeriksaan, Hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

a.       Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?

b.      Menanyakan identitas terdakwa: nama, umur, alamat,dll.

6.      Hakim selanjutnya bertanya : apakah didampingi PH ?

a.       Jika terdakwa didampingi PH, maka Hakim menegaskan hak terdakwa untuk didampingi PH dengan memberi kesempatan kepada terdakwa untuk mengambil sikap sebagai berikut :

          Maju sendiri (tanpa didampingi PH

          Mengajukan permohonan pada pengadilan agar ditunjukkan PH untuk mendampingi secara cumc-Cuma;

          Meminta waktu kepada meajelis untuk mencari PH sendiri;

b.      Jika terdakwa didampingi PH,maka proses selanjutnya adalah:

1.      Hakim menanyakan kepada PH apakh benar dalam sidang ini ia bertindak sebagai PH terdakwa sekaligus meminta kepada PH untuk menunjukkan memperlihatkan kartu advokatnya dan menunjukkan surat kuasa khusus;

2.      Setelah Hakim memriksa kartu advokat dan surat kuasa, selanjutnya memperlihatkan kepada Hakim anggota yang sebelah kanan kemudaian Hakim yang sebelah kiri,baru kemudian pada JPU.

C.     Pembacaan Surat Dakwaan

1.      Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan dan meminta kepada terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama

2.      JPU membacakan surat dakwaan dengan 2 cara :

(1)   Duduk , (2) berdiri. Jika surat dakwaannya panjang maka pembacaannya dapat digilir sesama JPU

3.      Selanjutnya Hakim Ketua menanyakan kepada terdakwa :”apakah ia sudah paham /mengerti tentang apa yang didakwakan ? apabila terdakwa tidak mengerti , maka JPU atas permintaan Hkim ketua,wajib memberi penjelasan seperlunya.

D.     Pengajuan Eksepsi (keberatan)

1.      Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau Phnya, apakah akan mengajukan tanggapan atau keberatan atas surat dakwaan JPU

2.      Pertama-tama Hakim bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menangapi , selanjutnya kesempata kedua diberikan kepada Phnya

3.      Apabila terdakwa/Phnya tidak  mengajukan eksepsi ,maka persidangan dilanjutkan pada tahap pembuktian

4.      Apabila terdakwa/Phnya akan mengajukan eksepsi,maka Hakim bertanya kepada terdakwa/Phnya,apakah telah siap untuk membacakan eksepsi

5.      5. Apabila terdakwa/PH telah siap , maka Hakim ketua menyatakan sidang ditunda untuk memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan eksepsi pada hari sidang berikutnya

6.      Apabila terdakwa/PH telah siap membacaka eksepsi, maka Hakim ketua mempersilahkan pada terdakwa/ PH untuk membacakan eksepsinya, dan eksepsi ini bisa diajukan lisan maupun tertulis

7.      Jika eksepsi secara tertulis, mka setelah dibacakan eksepsi tersebut diserahkan kepada Hakim dan salinannya diberikan kepada JPU. Tata cara membacanya sama dengan waktu JPU membacakan surat dakwaa. Eksepsi ini dapat juga diajukan oleh terdakwa sendiri atau kedua-duanya bersama-sama mengajukan eksepsi,dan biasa juga terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada PH

8.      Apabila kedua-duanya mengajukan eksepsi, maka kesempatan pertama diberikan kepada terdakwa lebih dahulu,setelah itu PH nya

9.      Setelah pembacaan eksepsi dan terdakwa/PH, hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan tanggapan atas eksepsi pada sidang berikutnya

10.  Atas eksepsi beserta tanggapan tersebut, selanjutnya hakim ketua meminta waktu untuk mempertimbangkan dan menyusun “putusan sela”

11.  Apabila majelis hakim berpendaat bahwa pertimbangan untuk memutuskan permohonan eksepsi tersebut mudah/sederhana, maka sidang dapat diskors selama beberapa menit untuk menentukan putusan sela

12.  Tata cara skorsing sidang ada 2 macam :

A.     Cara I : majelis haki meninggalkan ruang sidang untuk membahas/mempertimbangkan putusan di ruang hakim , sedangakan JPU , terdakwa/PH serta seluruh hadirin tetap tinggal di tempat

B.     Cafra II: hakim ketua mempersilahkan semua yang hadir supaya keluar dari ruang sidang selanjutnya petugas menutup ruang sidang dan majelis hakim merundingkan putusan sela dalam ruang sidang(cara ini paling sering dipakai)

13.  Apabila majelis hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang agak lama dalam mempertimbangkan putusan sela tersebut, maka sidang dapat ditunda dan dibacakan padahari  sidang berikutnya

E.      Pembacaan/pengucapan putusan sela

1.      Setelah hakim mecabut skorsing atau membuka sidang kembali dengan ketukan palu 1x, hakim ketua menjelaskan pada para pihak yang hadir dipersidanganbahwa acara selanjutnya dalah pembacaan atau pengucapan putusan sela

2.      Tata caranya adalah :putusan sela tersebut diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk dikursinya. Apabila naskah putusan sela tersebut panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela tersebut dibacakan secara bergantian dengan hakim anggota. Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu 1x

3.      Secara garis besar ada 3 kemungkinan isi putusan sela:

a.       Eksepsi terdakwa/PH ditolak, sehingga pemeriksaan terhadap terdakwa tersebut harus dilanjutkan

b.      Eksepsi terdakwa/PH diterima, sehingga pemeriksaan terhadap perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan (harus dihentikan)

c.       Eksepsi terdakwa/PH baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, sehingga sidang harus dilanjutkan

4.      Setelah putusan sela diucapkan atau dibacakan, hakim ketua menjelaskan seperlunya mengenai garis besar isi putusan sela sekaligus menyampaikan hak JPU, terdakwa/PH untuk mengambil sikap menerima putusan tersebut atau menyatakan perlawanan .

II.                 SIDANG PEMBUKTIAN

Sebelum memasuki acara pembuktian , hakim ketua mempersilahkan terdakwa supaya duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping  kanan kursi PH.selanjutnya, procedure dan tata cara pembuktian adalah sebagai berikut:

A.     Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum

1.      Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi a charge)

a.       Hakim ketua bertanya kepada JPU apakah telah siap menghadirkan saksi-saksi pada sidang hari ini ?

b.      Apabila JPU telah siap, maka hakim segera memerintahkan kepada JPU untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang

c.       Saksi yang pertama kali diperiksa adalah”saksi korban”. Dan setelah itu baru saksi yang lain yang dipandang relevan dengan tujuan pembuktian mengenai tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun saksi tambahan yang diminta oleh JPU selama sidang berlangsung

d.      Tata cara pemeriksaan saksi:

1.      JPU menyebutkan nama saksi yang akan diperiksa

2.      Petugas membawa saksi masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan saksi untuk duduk di kursi pemeriksaan

3.      Hakim ketua bertanya kepada saksi tentang :

a.       Identitas saksi )nama, umur, alamat , pekerjaan , agama, dll)

b.      Apakah saksi kenal dengan terdakwa(apabila perlu hakim meminta kepada saksi untuk mengamati wajah terdakwa dengan seksama guna memastikan jawabannya

c.       Apabila saksi mempunyai hubungan darah (sampai derajat berapa) dengan terdakwa, apakah saksi memiliki hubungan suami/istri dengan terdakwa,atau apakh saksi terikat hubungan kerja dengan terdakwa

4.      Apabila perlu hakim dapat pula bertanya apakah saksi sekarang dalam keadaan sehat wal afiat dan siap diperiksa sebagai saksi

5.      Hakim ketua meminta kepada saksi untuk besedia mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan keyakinannya.

6.      Saksi mengucapkan sumpah menurut agama/keyakinannya dipandu oleh hakim dan pelaksanaan sumpah dibantu oleh jurusumpah

7.      Tatacara pelaksanaan sumpah yang lazim dipergunakan di PN yaitu :

a.       Saksi dipersilahkan berdiri agak ke depan

b.      Untuk saksi yang beragama islam , cukup berdiri tegap saat melafalkan sumpah ,dan petugas berdiri di belakangnya sambil mengangkat al qur’an di atas kepala saksi.untuk saksi yang beragam kristen /katolik petugas membawakan injil(akitab) di sebelah kiri saksi, pada saat saksi melafalkan sumpah tangan kiri saksi diletakkan diatas alkitab dan tangan kanan saksi dan jari tengah dan jari telunjuk membentuk huruf v (victoria) untuk yang beragama kristen atau mengacungkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis untuk yang beragama katolik . sedangkan untuk agama lainnya menyesuaikan

c.       Hakim meminta agar saksi megikuti kata-kata yang dilafalkan oleh hakim

d.      Lafal sumpah saksi :”saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya

e.       Untuk dsksi yang beragama islam ,lafal sumpah diawali dengan ucapa :”wallahi….atau demi Allah ….”,untuk saksi ynag beragama katolik/kristen protestan lafal sumpah diakhiri dengan ucapan :”semoga tuhan menolong saya”. Untuk saksi yang beragama hindu lafal sumpah diawali dengan ucapan :”om atah parama wisesa…”. Untuk saksi yang beragama buddha lafal sumpah diawali dengan lafal :”demi sang hyang adi budha…..”.

8.      Hakim ketua mempersilahkan duduk kembali dan mengingatkan bahwa saksi harus memberi keternagan yang sebenarnya , sesuai dengan apa yang dialaminya , apa yang dilihatnya , atau apa yang didengarnya sendiri .jika perlu hakim juga dapat mengingatkan bahwa apabila saksi tidak mengatakan yang sesungguhnya , ia dapat dituntut karena sumpah palsu. Hakim ketu mulai memeriksa saksi dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa.

9.      Setelah hakim kutua selesai mengajukan pertanyaan pada saksi, hakim anggota, JPU, terdakwa/PH juga diberi kesenmpata untuk  mengajukn pertanyaan pada saksi

10.  Pertanyaan ang diajukan kepada saksi diarahkan untuk menangkap fakta yang sebenarnya , sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a.       Materi pertanyaan diarahkan untuk pembuktian unsur-unsur perbuatan yang didakwakan

b.      Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit, bahasa dan penyampaiannya harus dipahami oleh saksi

c.       Pertanyaan tidak boleh bersifat menjerat atau menjebak saksi

d.      Pertanyaan idak boleh bersifat peng kualifikasian delik

e.       Hindari pertanyaan yag bersifat pengulangandari pertanyaan yang sudah di tanyakan, kecuali hal tersebut ditujukan dalam rangka memberi penekanan pada suatu fakta tertentu atau penegasan terhadap keterangan yang bersifat ragu-ragu

Hal tersebut di atas pada dasarnya bersifat sangat merugikan terdakwa atau pemeriksaan itu sendiri, sehinga pabila dalam pemeriksaan saksi hal tersebutterjadi maka pihak yang mengetahui dan merasa dirugikan atau merasa keberatan dapat mengajukan keberatan/interupsi pada hakim ketua dengan menyebutkan alasannya . sebagai contoh pertanyaan JPU bersifat menjerat terdakwa , maka PH dapat protes dengan kata-katanya kira-kira sbb :”interupsi ketua majelis ….pertanyaan JPU menjerat saksi”. Satu contoh lagi ,jika pertanyaan PH berbelit-belit maka JPU dapat mengajukan protes , misalnya dengan kata-kata :”keberatan ketua majelis ….pertanyaanPH membingungkan saksi”. Atas keberatan atau interupsi tersebut hakim ketua langsung menanggapi dengan menetapkan bahwa interupsi/keberatan ditolak atau diterima. Apabila interupsi ditolak maka pihak yang sedang mengajukan pertanyaan dipersilahkan untuk melanjutkan pertanyaannnya , sebaliknyajika ditolak maka pihak yang menhgajukan pertanyaan diminta untuk mengajukan pertanyaan lain.

11.  Selama memriksa saksi hakim dapat menunjukkan barang bukti pada saksi guna memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti tersebut.

12.  Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan , hakim ketua menanyakan kepada terdakwa , bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut ?

a.       Setelah pemeriksaan terhadap satu saksi selesai ,hakim ketua mempersilahkan duduk saksi tersebut  untuk duduk di kursi saksi  yang terletk di belakang kursi pemeriksaan

b.      Selanjutnya hakim ketua bertanya kepada JPU, apakah masih ada saksi yang akan diajukan pada sidang hari ini. Demikian dan seterusnya hingga  JPU mengatakan tidak ada lagi saksi yang akan diajukan

c.       Apabial ada saksi karena halangan yang sah tidak dapat dihadirkan dalam persidangan maka keterangan yang telah diberikan pada saat penyidikan sebagaimana tercatat dalam BaP dibacakan .dalam hal ini yang bertugas membacakan berita acara tersebut adalaha hakim ketua, namun seringkali hakimketua meminta agar JPU yang membacakan

2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi JPU.

a.       Hakim ketua menanyakan apakah JPU masih akan mengajukan alat bukti bukti lainnya seperti: keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan

b.      Apabila JPU mengatakan masih, maka tata cara pengajuan bukti-bukti tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Tata cara pengajuan saksi ahli sama seperti tata cara pengajuan saksi lainnya . perbedaannya yaitu keterangan yang diberikan oleh ahli adalah pendapatnya terhadap suatu kebenaran sesuai dengan pengetahuan atau bidang keahliannya , sehingga lafal sumpahnya disesuaikan menjadi : “ saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memberikan pendapat soal-soal yang dikemukakan menurut pengetahuan saya sebaik-baiknya”.

2.      Tata cara pengajuan alat bukti surat( hasil pemeriksaan laboratorium criminal, visum e repertum dll) adalah : JPU maju kedepan dan menunjukkan alat bukti surat yang diajukan pada mejelis hakim . hakim ketua dapat memanggil terdakwa atau PH untuk maju kedepan supaya  dapat menyaksikan alat bukti surat yang diajukan

3.      Tata cara pengajuan alat bukti , JPU pada petugas untuk membawa masuk barang buti ke ruang sidang . apabila barang bukti tersebut bentuknya tidak besar dan tidak berat (uang pistol,pakaian dll), dapat langsung diletakan di meja hakim jika bentuknya besar namun bisa dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya sepeda),cukup diletakkan di lantai ruang sidang saja. Jika bentuknya besar dan tidak bisa dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya mobil),majelis hakim diikuti JPU, terdakwa/PH harus keluar dari ruang sidang untuk memeriksabarang bukti tersebut. Demikian juga mengenai barang bukti yang karna sifat dan jumlahnya tidak dapat seluruhnya diajukan, maka cukup diajukan samplenya saja.

c.       Apabila JPU mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan bukti-bukti

B.     Pembuktian Oleh Terdakwa/ Penasihat Hukum

1.      Pengajuan saksi yang meringankan terdakwa( saksi a de charge) :

a.       Hakim ketua bertanya kepada terdakwa/PH apakah ia akan mengajukan saksi yang menguntungkan/meringankan (a de charge)

b.      Jika terdakwa/PH tidak akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis menetapkan bahwa sidang akan dilanjutkan pada acara pengajuan tuntutan oleh JPU

c.       Apabila terdakwa/PH akan dan telah siap mengajukan saksi yang meringankan, maka hakim ketua segera memerintahkan agar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa

d.      Selanjutnya tata cara pemeriksaan saksi A de charge sama dengan pemeriksaan saksi A charge, dengan titik berat pada pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada pengungkapan fakta yang bersifatmembalik/melemahkan dakwaan JPU atau setidaknya meingankan terdakwa

2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi terdakwa/PH

a.       Hakim ketua menanyakan apakah terdakwa/PH masih akan mengajukan bukti-bukti lainnya seperti : keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan

b.      Apabila terdakwa/PH menyatakan masih , maka tata cara pengajuan bukti tersebut sama dengan cara pengajuan oleh JPU

c.       Apabila terdakwa/PH mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua menyatakan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pemeriksaan pada terdakwa

C.     Pemeriksaan Pada Terdakwa

1.      Hakim ketua mempersilahkan kepada terdakwa untuk duduk di kursi pemeriksaan

2.      Terdakwa berpindah dari kursi terdakwa ke kursi pemeriksaan

3.      Hakim bertanya kepada terdakwa :”apakah terdakwa dalam keadaan sehatdan siap untuk diperiksa”

4.      Hakim mengingatkan pada terdakwa untuk menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan

5.      Hakim ketua mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada terdakwa diikuti oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim dapat menunjukkan segala jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia mengenal benda tersebut. Jika perlu hakim juga dapat menunjukkan surat-surat atau gambar/photo hasil rekonstruksi yang dilampirkan pada BAP pada terdakwa untuk meyakinkan jawaban atas pertanyaan hakim atau untuk menegaskan suatu fakta

6.      Selanjutnya tata cara pemeriksaan pada terdakwa sama pada tata cara pemeriksaan saksi kecuali dalam hal sumpah

7.      Apabila terdakwanya lebih dari satu dan diperiksa bersama-sama dalam suatu perkara, maka pemeriksaannya dilakukan satu persatu dan bergiliran . apabila terdapat ketidaksesuaian jawaban diantara para terdakwa, maka hakim dapat meng-cross-check-kan antara jawaban terdakwa yang satu dengan terdakwa lainnya

8.      Setelah terdakwa (para terdakwa) selesai diperiksa maka hakim ketua menyatakan bahwa seluruh rangkaian sidang pembuktian telah selesai dan selanjutnya hakim ketua memberi kesempata kepada JPU untuk mempersiappkan surat tuntutan (requisitoir) unyuk diajukan pada hari sidang berikutnya,

III.               SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN, PEMBELAAN DAN TANGGAPAN-TANGGAPAN

A.     Pembacaan Tuntutan (requisitoir)

1.      Setelah membuka sidang, hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adalah pengajuan tuntutan. Selanjutnya hakim ketua bertanyapada JPU apakah telah siap mengajukan tuntutan pada sidang hari ini

2.      Apakah JPU sudah siap mengajukan tuntutan, maka hakim ketua mempersilahkan pada JPU untuk mengajukan/ membacakan tuntutannya. Sebelum tuntutan dibacakan, maka hakim ketua meminta kepada terdakwa agar menyimak dengan baik isi tuntutan

3.      JPU membacakan tuntutan. Tata cara pembacaan tuntutan sama dengan tata cara pembacaan dakwaan

4.      Setelah selesai membacakan tuntutan, JPU menyerahkan naskah tuntutan (asli) pada hakim ketua dan salinannya pada terdakwa/PH

5.      Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi tuntutan yang telah dibacakan oleh JPU tadi. Jika perlu, hakim ketua menjelaskan sedikit inti dari tuntutan tersebut,terutama yang berkaitan dengan kesalahan terdakwa dan hukuman yang dituntutkan oleh JPU

6.      Hakim ketua bertanya pada terdakwa/PH, apakah akan mengajukan pembelaan (pledoi)

7.      Apabila terdakwa/PH menyatakan akan mengajukan pembelaan maka hakim ketua memberikan kesempatan pada terdakwa/ PH untuk mempersiapkan pledoi

B.     Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi)

1.      Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah akan mengajukan pembelaan. Jika terdakwa akan mengajukan pledoi terhadap dirinya, maka hakim menanyakan kepada terdakwa apakah akan mengajukan sendiri pembelaannya atau menyerahkan sepenuhnya kepada PH nya

2.      Jika terdakwa mengajukan sendiri pembelaannya, maka pertama-tama yang diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan adalah terdakwa. Sebelumnya hakim ketua menanyakan pada terdakwa apakah akan mengajukan secara lisan atau tulisan

3.      Terdakwa mengajukan pembelaan :

a.       Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan, maka pada umumnya terdakwa mengajukan pembelaannya sambil tetap duduk di kursi pemeriksaan dan isi pembelaan tersebut selain dicatat oleh panitera dalam berita acara pemeriksaan, juga dicatat oleh pihak yang bekepentingan termasuk hakim

b.      Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara tertulis, maka hakim dapat meminta agar terdakwa membacakan pembelaannya sambil berdiri di depan kursi pemeriksaan dan setelah selesai dibaca nota pembelaan diserahkan pada hakim

4.      Setelah terdakwa membacakan pembelaannya atau jika terdakwa telah menyerahkan sepenuhnya kepada PH, maka hakim ketua bertanya kepada PH , apakah telah siap dengan nota pembelaannya

5.      Apabila PH telah siap dengan pembelaan, maka hakim ketua segera mempersilahkan PH untuk membacakan pembelaannya. Adapun tata cara pembacaan pembelaan oleh PH sama dengan pengajuan eksepsi

6.      Setelah pembacaan nota pembelaan selesai , maka naskah nota pembelaan (asli) diserahkan pada hakim ketua,dan salinannya diserahkan pada JPU dan terdakwa

7.      Selanjutnya hakim ketua bertanya kepada JPU apakah ia akan mengajukan tanggapan terhadap pembelaan terdakwa/PH (replik)

8.      Apabila JPU akan menanggapi pembelaan terdakwa/PH, maka hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan replik

C.     Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-tanggapan (replik dan duplik)

1.      Apabila JPU telah siap dengan repliknya , maka hakim ketua segera mempersilahkan JPU untuk membacakannya

2.      Tatacara pembacaan replik sama dengan pembacaan requisitoir

3.      Setelah replik diajukan/dibacakan oleh JPU maka hakim ketua memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan duplik

4.      Apabila terdakwa/PH telah siap dengan dupliknya, maka hakim ketua mempersilahkannya untuk membacakan

5.      Tatacara pembacaan duplik sama dengan pembacaan pembelaan

6.      Jika acara tersebut di atas telah selesai, maka hakim ketua sidang bertanya pada para pihak yang hadir dalam persidangan tersebut, apakah ada hal-hal yang akan diajukan dalam pemeriksaan. Apabila JPU,terdakwa/PH menganggap telah cukup, maka hakim ketua menyatakan bahwa “pemeriksaan dinyatakan ditutup”

7.      Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pembacaan putusan, oleh sebab itu guna mempersiapkan konsep putusannya hakim meminta agar sidang ditunda untuk beberapa waktu

IV.              SIDANG PEMBACAAN  PUTUSAN

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan berdasarkan atas surat dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan, dan tanggapan-tanggapan (replik-duplik). Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim, maka dasar-dasar pertimbangan tersebut harus dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Setelah naskah putusan siap dibacakan, maka langkah selanjutnya adalah :

a.       Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adallah pembacaaan putusan. Sebelum putusan dibacakan oleh hakim ketua meminta agar para pihak yang hadir memperhatikan isi putusannya dengan seksama

b.      Hakim ketua muai membacakan putusan. Tata cara pembacaan putusan sama dengan tata cara pembacaan putusan sel. Apabia naskah putusan panjang maka hakim anggota  dapat menggantikan secara bergantian

c.       Pada saat hakim akan membaca/mengucapkan amar putusan (sebeum mulai membaca kata” mengadii….”) maka hakim ketua memerintahkan kepada terdakwa untuk berdiri di tempat

d.      Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya , hakim ketua mengetukkan palu 1x dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali

e.       Hakim ketua memjelaskan secara singkat isi putusannya terutama yang berkaitan dengan dengan amar putusannya hingga terdakwa mengerti terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya

f.       Hakim ketua menjelaskan hak-hak para pijak terhadap putusan tersenut. Selnjutnya hakim ketua menawarkan pada terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan menyatakan siap menerima putusan tersebut, menyatakan menerima dan akan mengajukan grasi, menyatakan naik banding atau berpikir-pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama jua ditawarkan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua memerintahkan agar terdakwa menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima putusan yang yang teah disiapkan oleh PP. jika terdakwa mengajukan banding , maka terdakwa diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding (dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir-pikir dulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa masa pikir-pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari terdakwa tidak menyataka sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan. Hal ini juga sama juga dilakukan terhadap JPU

g.       Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikanlagi, maka hakim ketua menyatakan bahwa seuruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adlah : setelah mengucapkan kata-kata “ ……sidang dinyatakan ditutup” maka hakim ketua mengetukkan palu 3x

h.      Pejabat yang bertugas sebagai p[rotokol mengumumkan bahwa hakim/majelis hakim akan meninggalkan ruang sidang, dengan kata-kata kurang lebih “ hakim/majelis hakim akan meningalkan ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri

i.        Semua yang hadir dalam sidan tersebut , termasuk PH dan JPU turut berdiri

j.        Hakim/majelis hakimmeningalkan ruang sidang dengan meallui pintu khusus , muai dari yang terdepan Hakim ketua diikuti oeh hakim anggota 1 dan kemudian hakim anggota II

k.      Para pengunjung sidang , JPU,PH, terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang . apabila putusan menyatakan terdakwa tetap ditahan , maka pertama-tama yan meninggalkan ruang sidang adalah terdakwa dengan dikawal petugas.

Hukum Acara Perdata

​Documen : Heriyanto, SH.

Konsultan Hukum di Kantor Advokat Samudra Keadilan & Partner Jambi

Pengertian

Wirjono Projodikoro=== rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata

Sumber Hukum Acara Perdata:

1.RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)untuk golongan Eropa

2. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) unutk golongan Bumiputera daerah Jawa dan Madura

3. RBg (Reglement voor de Buitengewesten) untukgolongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.

UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan

2. UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman

3. UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

4. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV

tentang Pembuktian dan Daluarsa

5. Yurisprudensi.

6. SEMA

7. Hukum Adat

8. Doktrin

Asas-asas HAP :

Hakim bersifat menunggu=inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan===Pasal 118 HIR/142 RBg

2. Hakim bersifat Pasif=== ruang lingkup atau luas pokok perkara ditentukan para pihak berperkara tidak hakim. Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari yang dituntut

3. Persidangan terbuka untuk umum===setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara perceraian

4. Mendengarkan kedua belah pihak

5. Putusan harus disertai dengan alasanalasan.

6. Berperkara dikenai biaya.

7. Beracara tidak harus diwakilkan=== bias langsung pihak yang berperkara beracara di pengadilan atau dapat diwakilkan.

Perbedaan H.A.Pidana dengan H.A.perdata:

1.Dasar timbulnya gugatan

Perdata :timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata.

Pidana : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dlm hkm pidana

2. Inisiatif berperkara

Perdata : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan

Pidana : datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa

3.Istilah yang digunakan

Perdata : yang mengajukan gugatan=== penggugat pihak lawannya/digugat ===== tergugat

Pidana : yang mengajukan perkara ke pengadilan ==== jaksa/penuntut umum

pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana

4. Tugas hakim dalam beracara

Perdata : mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran sesungguhnya yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu.

Pidana :mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja yang telah dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materil secara mutlak dan tuntas

5. Perdamaian

Perdata : dikenal adanya perdamaian

Pidana : tidak dikenal perdamaian

6. Sumpah decissoire

Perdata : ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa.

Pidana : tidak dikenal sumpah decissoire.

7. Hukuman

Perdata : kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan memberikan dan tidak melakukan sesuatu

Pidana : hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda dan

hak..

Syarat dan isi gugatan dalam Perkara perdata

• Syarat gugatan :

1. Gugatan dalam bentuk tertulis.

2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.

3. diajukan ke pengadilan yang berwenang

• Isi gugatan :

Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :

1. Identitas para pihak

2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum

3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan

tuntutan subsider/tambahan

Pemeriksaan perkara :

• Pengajuan gugatan

• Penetapan hari sidang dan pemanggilan

• Persidangan pertama : a. gugatan gugur b. verstek  c. perdamaian

• Pembacaan gugatan

• Jawaban tergugat :  a. mengakui  b. membantah c. referte d. eksepsi :- materil – formil

• Rekonvensi

• Repliek dan dupliek

• Intervensi

• Pembuktian

• Kesimpulan

• Putusan Hakim

Teori Pembuktian

Ada 3 teori pembuktian yaitu :

1. Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya ketentuanketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim.

2. Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikat

hakim bersifat negatif, hakim terbatas sepanjang yang dibolehkan undang-undang.

3. Pembuktian positif: hakim diwajibkan melakukan segala tindakan dalam pembuktian kecuali yang dilarang dalam undang-undang.

Pengajuan gugatan

1. Diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang.

2. Diajukan secara tertulis atau lisan

3. Bayar preskot biaya perkara

4. Panitera mendaftarkan dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara

5. Gugatan akan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri.

6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim

Verstek

• Pengertian : putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat

• Syarat acara verstek :

a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut

– yang melaksanakan pemangilan juru sita

– surat panggilan

– jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh, 14 hari apabila jaraknya agak jauh dan 20 hari apabila jaraknya jauh (Pasal 122 HIR/10Rv)

b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah

c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi

Bentuk PutusanVerstek

1. Menggabulkan gugatan penggugat, terdiri dari :

a. mengabulkan seluruh gugatan

b. mengabulkan sebagian gugatan

• Hal ini terjadi jika gugatn beralasan dan tidak melawan hukum.

2. Gugatan tidak dapat diterima, apabila : gugatan melawan hokum atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful)

• Gugatan ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas nebis in idem

3. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak beralasan

• Gugatan ini tidak dapat diajukan kembali

Upaya hukum dari verstek adalah verzet/perlawanan

Macam-macam Alat Bukti

• Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :

1. Bukti tulisan/surat

2. Saksi

3. Persangkaan

4. Pengakuan

5. Sumpah

• Di luar Pasal 164 HIR/284 RBg :

1. Keterangan ahli

2. Pemeriksaan di tempat

Alat bukti tertulis/surat

• Dasar hukumnya Pasal 165, 167 HIR/285-305 RBg, stb No 29 Tahun 1867.

• Pengertian : surat adalah alat bukti tertulis yang memuat tanda-tanda baca di mana menyatakan pikiran seseorang.

• Bentuk surat ada 2 yaitu :

1. Akta : surat yang diberi tanggal dan ditanda tangani.akta ini terbagi 2 yaitu :

a. Akta otentik : akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang.

Akta ini dapat dibagi 2 :

– Akta ambtelijk : pejabat yang berwenang menerangkan apa yang dilihat dan

dilakukannya.

Contoh : akta kelahiran.

– akta partai : selain pejabat menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya, pihak

yang berkepentingan juga mengakuinya dengan membubuhkan tanda tangan

mereka.

Contoh : akta jual beli.

Bentuk-bentuk upaya hukum

1. Upaya hukum biasa :a. Verzet b. Banding c. Kasasi

2. Upaya hukum luar biasa : a. Peninjauan kembali b. derdenverzet

Bentuk-bentuk Eksekusi

• Ada 3 macam :

1. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg

Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang milik yang kalah perkara.

2. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).

Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang memutus perkara.

3. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).

Proses pelaksanaan eksekusi

• Diajukan oleh pihak yang menang.

• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.

• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan di panggil ke pengadilan.

• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus dilaksanakan.

• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.

• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan dilelang .

• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor lelang negara.

Latar belakang kasus perceraian perkawinan dan dampaknya

Documen : Heriyanto, SH.

Konsultan Hukum di Kantor Advokat Samudra Keadilan & Partner Jambi.


Dalam suatu perkawinan semua orang menghendaki kehidupan rumah tangga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, sesuai dengan tujuan dari perkawinan yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1974. Akan tetapi, tidak semua orang dapat membentuk suatu keluarga yang dicita-citakan tersebut, hal ini dikarenakan adanya perceraian, baik cerai mati, cerai talaq, maupun cerai atas putusan hakim.

Perceraian merupakan lepasnya ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, yang dilakukan di depan sidang Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri untuk non muslim dan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam.

Sedangkan pengertian perceraian menurut hukum perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39 UU No.1 tahun 1974 dan pasal 19 PP No.9 tahun 1975. Pasal 39 UUP menyebutkan:

  1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
  2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami-isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri.
  3. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam Peraturan Perundang-undangan tersendiri.

Sedangkan dalam pasal 19 PP No.9 tahun 1975 menyebutkan:

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/ isteri.
  6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Disamping alasan tersebut diatas, terdapat faktor lain yang berpengaruh terjadinya perceraian yaitu: faktor ekonomi atau keuangan, faktor hubungan seksual, faktor agama, faktor pendidikan, faktor usia muda (Wahyuni dan Setyowati, 1997 :122).

Perceraian yang terjadi akan berdampak pada isteri/ suami, anak serta harta kekayaan. Akibat dari adanya perceraian menurut pasal 41 UU No.1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:

  1. Baik Ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
  2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
  3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan, dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Dalam pasal 149 Inpres No.1 tahun 1991 akibat putusnya perceraian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu (1) akibat talaq, dan (2) akibat perceraian.

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

  1. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul.
  2. Memberikan nafkah, mas kawin, dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam masa iddah, kecuali bekas isteri telah di jatuhi talak ba’in atau nusyuz, dan dalam keadaan tidak hamil.
  3. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separo apabila qobla al dukhul.
  4. Memberikan biaya hadhonah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Demikianlah sedikit pemaparan tentang Perceraian dan Dampaknya.Penulis berharap dengan adanya artikel singkat ini, kita semakin menyadari bahwa Perceraian bukanlah solusi yang baik dalam suatu perkawinan.

​Putra Batanghari akan rebut pucuk pimpinan organisasi nasional PMII 

​Putra Batanghari akan rebut pucuk pimpinan organisasi nasional PMII 

Reporter : Heriyanto 

BATANGHARI – Putra Kecamatan Mersam Kabupaten Batanghari, Jambi, Muhammad Zeni Syargawi, akan merebut pucuk kepemimpinan organisasi nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). 

1. Foto : Muhammad Zeni Syargawi.

Ia mengatakan, saudara Muhammad Zeni Syargawi merupakan putra kelahiran mersam. Bahkan, dia sendiri menggantungkan cita-citanya di luar kampung halamannya sejak selesai menuntas kan pendidikan sekolah dasar (SD) di kampung halaman sendiri.

” Usai SD, Zeni sudah pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan menuntut di daerah luar,” ujarnya. 

Ia menuturkan, setelah menamatkan SD tersebut, beliau langsung melanjutkan pendidikan di pondok pesantren (Ponpes) Nurul Jalal Kabupaten Muara Tebo, Jambi dan selesai menuntut ilmu di Ponpes tersebut, Zeni langsung melanjutkan pendidikan menengah atas ke Provinsi Sumatera Utara (Medan), yakni di pesantren Al-Kautsar Al-Akbar.  

2. Foto : Muhammad Zeni Syargawi.

” Semangat saudara Zeni ini sangat luar biasa dan di juga taat dengan agama,” katanya lagi.

Ia menjelaskan, setelah selesai menamatkan sekolah menengah atas di Ponpes tersebut, Zeni langsung melanjutkan ditingkat perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri di Sumatera Utara. 

3. Foto : Muhammad Zeni Syargawi.

Dimana, dari perguruan tinggi inilah beliau mengenalkan organisasis PMII yg berbasis agama dan berpaham Ahlisunnah Waljama’ah.

Pada tingkat perguruan tinggi, zeni juga meniti jenjang organisasi mulai dari Ketua Komisariat, Sekretaris Umum PMII Cabang Medan, Wakil Ketua Bidang Perguruan Tinggi PKC PMII dan hingga saat ini Zeni menjabat sebagai Ketua Lembaga di Pengurus Besar PMII di jakarta.

4. Foto Orang Tua (Ibu) Muhammad Zeni Syargawi.

Ditempat terpisah, Abdurrahman Sayuti, seorang jenior pakar hukum di Jambi, yang juga merupakan sahabat baiknya mengatakan, disamping berorganisasi zeni tidak melupakan pendidikan, agama maupun ilmu umum lainnya.

” Saat ini zeni sedang menyelesaikan S2 di  USU (Universitas Sumatera Utara),” jelasnya.

5. Foto : Ini Rumah Orang Tua Muhammad Zeni Syargawi dan Di Rumah Ini Dia di Lahirkan. 

Disamping itu, dari keberhasilan yang ditempuh dalam organisasi ini, kabarnya Zeni berniat dan berjuang dalam meraih karir tertinggi di organisasi PMII yaitu menjadi Ketua Umum PB PMII.

Dan saat ini juga, Zeni yang berjuang dengan penuh semangat tanpa mengenal putus asa. Karena melihat latar belakang keluarga yang orang tua hanya petani biasa tidak menjadi penghalang baginya untuk meraih kesuksesan.

6. Foto Muhammad Zeni Syargawi bersama Sahabatnya di PMII Sumatera Utara (Medan).

Sementara itu, Muhammad Zeni Syargawi, ketika dihubungi Via Ponselnya, memohon doa restu kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, terutama masyarakat Kecamatan Mersam.

” Saya juga mohon dukungan dan di doakan supaya terpilih menjadi pemimpin di organisasi nasional PMII yang di selenggarakan di Kota Palu nanti,” kata Zeni.

​Anda Lulusan SMA/SMK Ingin Jadi Pramugari,? CAT solusinya 

​Anda Lulusan SMA/SMK Ingin Jadi Pramugari,? CAT solusinya

Daftar sekarang untuk menjadi pramugari dan seiring dengan peningkatan daya saing didunia penerbangan, maka sudah seharusnya kita menjadi yang terbaik. mengapa demikian dan CAT solusinya.

Crew of Aviation Trainning (CAT) adalah sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan yang secara khusus menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dibidang penerbangan. 

CAT didirikan pada tahun 2002, dengan komitmen untuk turut serta mendukung perkembangan industri dan bisnis penerbangan, dengan menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, melalui penyelanggaraan program pendidikan dan pelatihan yang profesional dan akuntabel.

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan CAT memiliki Izin operasional sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan berdasarkan surat keputusan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (DIKNAS) nomor : 420.9/2150/0812011 dan telah tersertifikasi PPSDM Kementrian Perhubungan dengan sertifikasi nomor : 008/SM.402/01/IX/PPSDMPU-11.

Program pendidikan dan pelatihan penerbangan yang diselenggarakan oleh CAT adalah program pendidikan 1 (satu) tahun.

Hal ini dibuktikan dengan data yang akurat, bahwa lulusan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan CAT  banyak yang telah bergabung dan berkarier bersama perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan ternama di level domestik maupun level internasional.

The Golden Bridge of Youre Dream

Tentu kita harus menjadi yang terbaik, hanya yang terbaiklah yang mampu bersaing. oleh karena itu  pada saat anda ingin menjadi pramugari, ayo ke CAT, Syarat nya mudah kok, berikut syaratnya.

1. Lulus pendidikan SMA/ Sederajat.

2. Tinggi minimal 158 cm, (pada saat mendaftar ke CAT).

3. Mengisi form pendaftaranSehat Jasmani dan Rohani.

4. Mengisi formulir pendaftaran.

5. Membawa pas foto 4×6 sebanyak 2 lembar.

Info lebih lanjut Hubungi Humas Kami : Heriyanto Telp. 085266117730 – 085832147299.

Email : heri_mr.cool@yahoo.co.id, heri.ratu@gmail.com.

Alamat : Mumu Salon Lorong Marlian Komplek BBC Muarabulian RT09 RW 03 Kelurahan Muarabulian Kecamatan Muarabulian.

Nah..jadi tunggu apa lagi, ayo persiapkan dirimu untuk meraih cita-cita berkerja didunia penerbangan.

​Kabar Gembira Bagi Kalian Yang Minat Jadi Pramugari 

​Kabar Gembira Bagi Kalian Yang Minat Jadi Pramugari

Mau jadi Pramugari..????? CAT Solusinya.

Daftar sekarang untuk menjadi pramugari dan seiring dengan peningkatan daya saing didunia penerbangan, maka sudah seharusnya kita menjadi yang terbaik. mengapa demikian??

The Golden Bridge of Youre Dream

Tentu kita harus menjadi yang terbaik, hanya yang terbaiklah yang mampu bersaing. oleh karena itu  pada saat anda ingin menjadi pramugari, ayo ke CAT, Syarat nya mudah kok, berikut syaratnya.

1. Lulus pendidikan SMA/ Sederajat.

2. Tinggi minimal 158 cm, (pada saat mendaftar ke CAT).

3. Mengisi form pendaftaranSehat Jasmani dan Rohani.

4. Mengisi formulir pendaftaran.

5. Membawa pas foto 4×6 sebanyak 2 lembar.

Info lebih lanjut Hubungi An. Heriyanto Telp. 085266117730/085832147299.

Email : heri_mr.cool@yahoo.co.id, heri.ratu@gmail.com.

Alamat : Mumu Salon Lorong Marlian Komplek BBC Muarabulian RT09 RW 03 Kelurahan Muarabulian Kecamatan Muarabulian.

Nah..jadi tunggu apa lagi, ayo persiapkan dirimu untuk meraih cita cita berkerja didunia penerbangan.